
TOKOH Lucu Nih Ramai Kabarkan Prabowo Marah DPR Mau Revisi UU Pilkada Padahal Mana Berani SDA cs Mbalelo dari Garis Komando, Memang Mahasiswa Percaya?
DKYLB.com, Selasa (27/8/2024) - Jakarta, Kabarnya, Prabowo Subianto marah besar karena ada upaya DPR ubah UU Pilkada.
Sejumlah kalangan menilai, mustahil Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad (yang menambahkan gelar prof di akunnya itu) berani mengajukan revisi UU Pilkada yang tinggal diketok tanpa perintah atau tanpa sepengetahuan Prabowo Subianto.
Apalagi, surat undangan itu sudah tersebar luas di berbagai platform dan dokumen.
Surat itu menjelaskan bahwa revisi UU Pilkada hanya tinggal diketok DPR untuk mencegah putusan Mahkamah Konsitusi (MK) hasil gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora bisa berlaku.
Gugatan kedua partai politik (parpol) peserta pemilu itu diterima MK dan menyatakan, parpol peserta pemilu bisa mengusung calon tanpa kursi di DPRD sekalipun dengan raihan 7,5 persen suara.
Sebelumnya, mereka mempunyai kewajiban untuk meraih 20 persen suara, sehingga dengan dikabulkannya gugatan ini, parpol peserta pemilu bisa mengusung calon meski mereka belum mendapatkan kursi di DPRD.
Syarat itu dinilai masuk akal karena calon independen meski dengan KTP palsu hasil fotocopy seperti dilakukan Dharma Porengkun dan pasangan dia, mereka bisa maju Pilkada DKI Jakarta.
Padahal keduanya bukan tokoh terkenal dan bukan politikus di DKI Jakarta, tapi mengklaim diri mereka didukung untuk maju sebagai pasangan independen.
Masalah cuci tangan dalam peristiwa politik tidak jarang terjadi seperti misalnya coba dilakukan kubu Prabowo Subianto, yang khawatir dikaitkan dengan revisi UU Pilkada sebelum ini.
Masalahnya, apa mungkin seorang Dasco alias SDA itu berani melakukan upaya untuk mengubah UU Pilkada tanpa sebelumnya diperintahkan oleh Prabowo Subianto dan kubu KIM yang panik karena MK mengubah aturan main terkait Pilkada.
Padahal kubu KIM sudah pasti memenangkan Pilkada DKI Jakarta dengan catatan, Ridwan Kamil dan Suswono maju tanpa lawan karena 12 parpol semuanya ada di KIM, hanya PDIP yang tidak diajak ke KIM.
Mereka dijauhi bahkan sudah divonis dan ditertawakan bahwa mereka tidak bisa ikut Pilkada Jakarta.
Mereka sudah divonis gigit jari khususnya di Jakarta karena diyakini mereka sudah pasti tidak bisa memajukan calon mereka.
Meski akhirnya terjadi perubahan besar di MK, yang mengubah syarat Pilkada termasuk soal usia yang sebelumnya coba dimainkan di Mahkamah Agung (MA) dengan mempermainkan batas usia minimal 30 tahun di syarat pendaftaran menjadi 30 tahun di saat pelantikan.
Akibat aturan ini, sebenarnya adik Gibran yang juga keponakan paman Anwar Usman di MK yakni Kaesang Pangarep akan menjadi calon gubernur apalagi didukung M Qodari dengan Indobarometer yang bisa sekejap mengubah elektabilitas Kaesang dari nol persen menjadi satu persen kemudian melejit di atas 20 persen.
Tentu saja, upaya yang sudah dibatalkan MK itu nyaris dibatalkan DPR dengan revisi UU Pilkada secepat kilat.
Awalnya, Prabowo Subianto, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, memerintahkan pimpinan DPR yakni SDA alias Dasco kemudian disusun upaya mengubah UU Pilkada versi MK itu termasuk untuk meloloskan Kaesang Pangarep yang bahkan sudah dicalonkan di Pilkada Jawa Tengah oleh KIM untuk berpasangan dengan Achmad Luthfi.
Tidak mungkin sosok Dasco berani mengundang eksekutif dan legislatif untuk mengubah UU Pilkada tanpa meminta persetujuan Prabowo Subianto.
Bahkan terakhir, Airin yang sudah di atas angin karena sudah mendapatkan tiket PDIP di Pilkada Banten akhirnya resmi diusung Partai Golkar padahal awalnya dia diminta masuk PDIP dulu.
Perpecahan di kubu KIM agaknya terjadi di berbagai daerah setelah MK menunjukkan jati dirinya untuk menolak menjadi kaki tangan dinasti Joko Widodo yang sekarang terkenal sebagai Mulyono.
Cengkeraman kuat Joko Widodo alias Mulyono di kekuasaan membuat dirinya bisa melakukan semua kehendak termasuk mengubah UU Pilpres apalagi sekadar UU Pillkada semata-mata agar semua anaknya bisa menjadi pejabat tinggi termasuk Kaesang Pangerep setelah Mulyono sukses menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wapres mendampingi Prabowo Subianto.
Mungkin sudah tertutup semua celah untuk mencegah Joko Widodo berkuasa sampai di cucu dia, Jan Ethes yang diprediksi akan berkuasa menggantikan Gibran, rencana itu sudah lama diungkapkan oleh Qodari.
Qodari memastikan, setelah Prabowo Subianto, yang berkuasa selanjutnya Gibran kemudian dilanjutkan Kaesang kemudian Jan Ethes.
Rencana itu tanpa hambatan, tapi MK kembali ke jalurnya sebagai penegak hukum dan keadilan.
Setelah sebelum ini, hanya melalui paman Anwar Usman, MK berhasil meloloskan Gibran sebagai wapres.
Meski hanya tiga hakim MK setuju kepala daerah yang bisa menjadi capres atau cawapres harus setingkat walikota atau bupati, dua setuju kepala daerah harus setingkat gubernur, sementara empat hakim MK menolak.
Bahkan berkat kekuasaan Anwar Usman sebagai Ketua MK, meski hanya modal tiga hakim MK setuju, akhirnya Gibran tetap bisa mencalonkan dirinya sebagai wapres.
Akhirnya Prabowo Subianto berupaya cuci tangan seolah bukan dirinya yang dikaitkan dengan rencana mengubah UU Pilkada agar kembali seperti semula dan meloloskan Kaesang jadi cagub.
Masalahnya, apa mahasiswa dan rakyat percaya sama ucapan para pendukung Prabowo yang disebarkan melalui YouTube seperti Alif Nur Herlambang, Indra J Piliang, Hamid Awaludin, atau Arteria Dahlan (PDIP), yang semuanya beramai-ramai menutupi jejak Prabowo Subianto dan sekutunya, Joko Widodo di upaya mengubah aturan demokrasi di Indonesia ini?
Apa Anda percaya?