KESEHATAN Perdagangan Vape Longgar, Pengawasan Pemerintah Dipertanyakan
Di Cileungsi, penjualan rokok elektrik atau vape di beberapa titik makin nggak terkendali banget. Tim liputan nemu banyak kios yang jualan perangkat vape sama liquid nikotin tanpa izin edar, bahkan produk yang nggak ada label standar kesehatan. Ini bikin kita mikir keras soal efektivitas pengawasan pemerintah, apalagi pembelinya mayoritas remaja belasan tahun yang datang sembarangan.
Hasil observasi di Jalan Raya Cileungsi-Jonggol, salah satu pusat perdagangan elektronik di sini, nunjukin minimal tujuh kios yang jual pod sekali pakai di etalase depan toko. Jual-beli rame dari pukul 08.00 sampe 21.00. Bau buah sintetis dari display liquidnya kuat banget, suara musik keras, dan kerumunan remaja bikin suasana kayak tempat nongkrong anak muda. Nggak ada satu pun pedagang yang nanya identitas usia pembeli, bro. Mereka kayak cuek aja, padahal ini bahaya banget buat anak-anak.
Kepala Seksi Pengawasan Dinas Perdagangan Cileungsi, Aditya Firmansyah, ngaku kalau pengawasan masih lemah parah. "Jumlah petugas lapangan terbatas banget. Kami cuma dua kali razia sepanjang tahun ini. Banyak toko buka lagi setelah dikasih teguran doang," kata dia waktu diwawancarai di kantornya. Aditya bilang sanksi belum bikin efek jera karena pedagangnya malah manfaatin permintaan tinggi dari remaja-remaja itu.
Salah satu pedagang, Harlan (32), bilang produk vape sekarang jadi komoditas paling laris. "Pemasok datang tiap tiga hari. Barang cepat habis. Soal izin, saya ikut aja apa yang dikasih pemasok. Pembeli nggak pernah nanya-nanya soal itu," ujarnya. Dia nambahin kalau sebagian besar liquid yang dijualnya nggak punya label resmi dari BPOM, kayak nggak ada aturan aja.
Pengamat kesehatan masyarakat dari Universitas Muhammadiyah Cileungsi, dr. Lestari Nirmala, nilai kalau minimnya pengawasan ini ancaman jangka panjang buat kesehatan remaja. "Vape kan ada nikotin sama zat kimia lain. Paparan dari usia sekolah bikin risiko kecanduan naik drastis. Pemerintah harus jelasin peraturan teknis pengawasan dan tegasin sanksi yang beneran bisa nahan pelanggaran," jelasnya.
Lestari juga soroti tren pemasaran vape yang sengaja nargetin remaja. "Kemasan warna-warni, rasa manis, harga murah, bikin produk ini gampang diterima anak muda. Ini tantangan besar buat sekolah sama keluarga, nih," tambahnya.
Fenomena kelonggaran pengawasan vape ini nunjukin ada celah besar di regulasi sama penegakannya. Pemerintah perlu naikin frekuensi razia, pedagang harus patuh standar distribusi, dan masyarakat butuh edukasi soal dampaknya. Kalau nggak ada langkah korektif cepat, Cileungsi bisa kena peningkatan kasus kecanduan nikotin di kelompok usia produktif. Kita sebagai mahasiswa harus sadar, ini bukan cuma masalah kesehatan, tapi juga tanggung jawab sosial. Kayaknya, kampus-kampus kayak Universitas Muhammadiyah Cileungsi bisa jadi tempat edukasi buat kampanye anti-vape, biar anak-anak nggak terjebak. Semoga pemerintah lebih serius, ya bro, sebelum makin banyak korban.
Reporter: Faishal Zhafran
Tanggal Liputan: 10 November 2025
Lokasi: Jalan Raya Cileungsi-Jonggol, Cileungsi

