
TERKINI SDI Gugat MK Agar Pilgub Papua Selatan 2024 Dibatalkan, Sebut Pembentukan Provinsi Tidak Sah
DKYLB.com, Kamis(16/1/2025) - Jakarta, Serikat Demokrasi Indonesia (SDI) mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan Pilgub Papua Selatan 2024. Gugatan tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) gubernur dengan nomor perkara 185/PHPU.GUB-XXIII/2025 pada Kamis, 16 Januari 2025.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan dihadiri oleh hakim anggota Enny Nurbaningsih serta Anwar Usman, Ketua Umum SDI M. Andrean Saefudin selaku pemohon mempersoalkan sahnya pemilihan tersebut. Andrean menyatakan bahwa Pilgub Papua Selatan tidak sah karena pembentukan provinsi tersebut belum memenuhi persyaratan administratif yang diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut UU tersebut, untuk sebuah provinsi dapat diakui, minimal harus memiliki lima kabupaten atau kota, namun Provinsi Papua Selatan hanya terdiri dari empat kabupaten, yaitu Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Asmat.
Baca Juga: Otoritas Jasa Keuangan Meminta Agar Para Bank Lebih Waspada
Pemohon meminta MK untuk membatalkan Keputusan KPU Provinsi Papua Selatan Nomor 217 Tahun 2024 yang menetapkan hasil Pilgub pada 8 Desember 2024 lalu. Selain itu, SDI juga mengajukan permohonan agar MK memerintahkan KPU Provinsi Papua Selatan untuk melaksanakan pemilihan ulang di empat kabupaten yang terlibat.
Pemilu Gubernur Papua Selatan 2024 diikuti oleh empat pasangan calon, di antaranya pasangan nomor urut 4 Apolo Safanpo-Paskalis Imadawa yang memperoleh suara terbanyak dengan 139.580 suara. Posisi kedua ditempati pasangan nomor urut 3 Romanus Mbaraka-Albertus Muyak dengan 68.991 suara, disusul pasangan nomor urut 1 Darius Gewilom-Yusak Yaluwo yang meraih 49.000 suara, dan pasangan nomor urut 2 Nikolaus Kondomo-H. Baidin Kurita dengan 12.656 suara.
Gugatan ini menjadi perhatian publik, karena jika diterima, Pilgub Papua Selatan 2024 bisa dibatalkan dan mempengaruhi proses demokrasi di provinsi baru tersebut.
(Andika Putri Septianingrum)