TERKINI Taman Nasional Tesso Nilo Hadapi Ancaman Perambahan Liar di Riau
Di jantung Kabupaten Pelalawan, Riau, Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berdiri sebagai benteng terakhir hutan dataran rendah Sumatera yang kaya akan kehidupan liar, luasnya mencapai 83.068 hektare sejak ditetapkan pada 2004 melalui SK Menteri Kehutanan No. 255/Menhut-II/2004, lalu diperkuat pada 2014 dengan SK No. 6588/Menhut-VII/KUH/2014 seluas 81.793 hektare. Kawasan ini, yang status hukumnya tak tergoyahkan berkat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/2011, menyimpan harta karun biodiversitas: 360 jenis flora langka seperti meranti, ramin, dan gaharu yang terancam punah, serta satwa ikonik seperti harimau Sumatera, gajah Sumatera, rusa, 107 spesies burung, dan primata yang bergantung pada ekosistem sungai Tesso dan Nilo sebagai catchment area vital bagi ribuan warga sekitar.
Namun, di balik keindahan tropisnya, TNTN kini bergulat dengan ancaman perambahan liar yang tak kenal lelah, didorong mafia lahan dan konflik ekonomi lokal yang memicu ketegangan antara konservasi dan mata pencaharian masyarakat. Patroli SMART serta Gondai Flying Squad menjadi garda terdepan, memanfaatkan gajah pelacak seperti Dono dan Novi untuk mitigasi konflik manusia-gajah, relokasi individu bermasalah, dan cegah pembakaran hutan ilegal, meski upaya menuju "nol konflik" masih menghadapi tantangan berat. Ahli dari ITB baru-baru ini menyoroti bagaimana degradasi ekosistem TNTN berpotensi memicu bencana ekologis lebih luas di Riau, dari banjir hingga kekeringan, mengingatkan bahwa hilangnya hutan ini bukan sekadar kehilangan habitat, tapi ancaman eksistensial bagi keseimbangan alam.
Upaya pemulihan tak berhenti di patroli; pengelola TNTN kembangkan ekowisata berkelanjutan dengan sembilan trek petualangan—mulai patroli gajah, jelajah hutan primer, kano menyusuri sungai, hingga berkemah di bawah kanopi raksasa—untuk edukasi lingkungan sekaligus hasilkan pendapatan yang mendukung konservasi tanpa mengorbankan warga lokal. Kisah TNTN menjadi cermin bagi Indonesia: bagaimana menjaga warisan alam di tengah tekanan pembangunan, di mana setiap pohon yang ditebang membawa kita lebih dekat pada titik tak kembali, tapi setiap langkah kolaboratif membuka harapan untuk generasi mendatang.
Amanda Agustina
(Sumber: Bisnis.com, Kompas.com, Kumparan.com)

