TERKINI Tumpukan Sampah di Tangerang Selatan Ditutupi Terpal, Warga Kecewa
Di bawah flyover Ciputat, Tangerang Selatan, tumpukan sampah yang menjulang setinggi dua meter telah menjadi pemandangan menyedihkan yang mengganggu kehidupan sehari-hari warga selama hampir seminggu terakhir. Bermula dari penutupan sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang untuk perbaikan darurat, ribuan ton sampah harian kota yang mencapai 1.000 ton per hari tak lagi bisa diangkut secara normal, memaksa Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel mengambil langkah darurat: menutupi gundukan sampah itu dengan terpal plastik raksasa berwarna biru dan hijau. Bau menyengat yang menusuk hidung, lalat beterbangan, dan air lindi yang merembes ke jalan raya membuat warga seperti Agus Warsojeniawan, pemilik warung makan di lokasi, merasa muak dan khawatir terhadap kesehatan keluarganya, sementara anak-anak sekolah di sekitar terpaksa menahan napas setiap lewat.
Langkah ini, yang dimulai sejak 14 Desember lalu, segera menuai kritik pedas dari berbagai pihak, termasuk Fraksi PSI DPRD Tangsel yang dipimpin Alexander Prabu. "Ini bukan solusi, hanya menutup mata dari masalah struktural," tegasnya, menyoroti ketergantungan kota pada TPA tunggal yang sudah overload dan ketiadaan rencana cadangan matang. Petugas DLH memang berupaya meredam dampak dengan menyemprotkan cairan anti-bau ramah lingkungan serta menempatkan petugas jaga 24 jam, tapi warga Ciputat dan Serpong—termasuk kawasan dekat Puskesmas Serpong—tetap gelisah karena terpal hanya mengurangi visual dan bau sementara, bukan menghilangkan ancaman kontaminasi tanah dan air tanah. Foto-foto viral di media sosial memperburuk situasi, menunjukkan sampah organik, plastik, dan popok bayi yang membusuk di bawah terpal, memicu kekhawatiran wabah penyakit di musim hujan seperti sekarang.
Wali Kota Benyamin Davnie akhirnya angkat bicara pada 16 Desember, meminta maaf secara terbuka atas ketidaknyamanan ini dan menjanjikan pengangkutan bertahap secepat TPA Cipeucang selesai direnovasi dalam waktu dekat. "Kami paham ini bukan ideal, tapi prioritas utama adalah menjaga kebersihan kota sambil mencari solusi jangka panjang seperti Percepatan Pembangunan Saniter Landfill (PSEL) 2029 dan kolaborasi dengan pengembang swasta," ujarnya, seraya menekankan bahwa timnya sedang berkoordinasi dengan DKI Jakarta untuk bantuan pengangkutan darurat. Kepala DLH Bani Khosyatullah menambahkan bahwa penutupan terpal juga dilengkapi pengawasan ketat untuk mencegah pembakaran liar, meski tantangan logistik seperti truk pengangkut yang terbatas tetap menjadi hambatan utama di tengah lonjakan sampah pasca-libur akhir pekan.
Kronologi masalah ini sebenarnya sudah lama mengintai: TPA Cipeucang yang berusia puluhan tahun sering overload karena pertumbuhan penduduk Tangsel yang pesat, ditambah kurangnya kesadaran warga dalam memilah sampah. Hampir sepekan tak diangkut, tumpukan di Jalan Ciputat Raya dan sekitarnya tak hanya mengganggu lalu lintas tapi juga memukul roda ekonomi pedagang kaki lima yang kehilangan pelanggan. PSI mendesak audit menyeluruh terhadap pengelolaan sampah kota, sementara warga mulai membentuk petisi online menuntut transparansi jadwal pengangkutan. Hingga malam ini, terpal masih berdiri gagah menutupi 'gunung sampah' itu, menjadi simbol kegagalan sementara sistem pengelolaan limbah di salah satu kota penyangga Jakarta yang ambisius ini.
Harapan kini tertuju pada respons cepat pemerintah daerah, karena tanpa inovasi seperti bank sampah digital atau insinerator modern, masalah serupa berpotensi berulang. Warga Tangsel patut waspada dan berpartisipasi aktif dalam 3R—reduce, reuse, recycle—untuk meringankan beban, sementara Pemkot diharapkan tak lagi mengandalkan solusi kosmetik seperti terpal. Insiden ini menjadi pengingat pahit bahwa di balik kemajuan urbanisasi, pengelolaan sampah yang berkelanjutan adalah kunci kenyamanan kota masa depan.
Amanda Agustina
(Sumber: DetikNews, Kompas.com, Liputan6.com, Katadata.co.id)

