TERKINI Guru Honorer Bertahan dengan Gaji Minim di Tengah Mahalnya Kebutuhan Hidup
Lokasi: Kafe Kopi Rakyat, Depok
Tanggal: 5 November 2025
Reporter: Mochammad Nouval Achdyan
Narasumber: Guru Honorer (disamarkan – “Ibu R”, 28 tahun)
Latar belakang
Profesi guru memiliki peran penting dalam membentuk generasi penerus bangsa. Namun di
balik idealisme itu, banyak guru honorer di Indonesia masih hidup dalam keterbatasan.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), tercatat
lebih dari 700 ribu guru honorer yang belum diangkat menjadi ASN dan menerima gaji di bawah
upah minimum.
Kondisi ini mencerminkan ketimpangan antara beban tanggung jawab dan penghargaan yang
diterima. Di tengah meningkatnya biaya hidup dan inflasi, kesejahteraan guru honorer menjadi
isu sosial yang patut diperhatikan.
Melalui reportase ini, penulis mencoba menyoroti perjuangan seorang guru muda berusia 28
tahun yang tetap bertahan mengajar meski penghasilannya terbatas. Kisah ini bukan sekadar
potret individu, tetapi cermin dari dedikasi ribuan guru muda di Indonesia yang tetap mengabdi
dengan hati, di tengah ketidakpastian ekonomi yang mereka hadapi setiap hari.
Reporter:
Terima kasih sudah mau meluangkan waktu disela kesibukan, Bu. Saya lihat Ibu datang
langsung dari sekolah, ya?
Ibu R:
Iya, tadi habis ngajar kelas sepuluh. Sekalian mampir ke sini sebelum pulang. Kadang kalau
hari agak santai, saya suka nongkrong sebentar, biar bisa napas dulu sebelum lanjut kegiatan
di rumah.
Reporter:
Sudah berapa lama Ibu mengajar sebagai guru honorer?
Ibu R:
Baru masuk tahun keempat ini. Saya mulai tahun 2021, setelah lulus kuliah pendidikan dasar.
Waktu itu belum ada formasi ASN, jadi ya langsung diterima sebagai guru honorer di sekolah
swasta dekat rumah.
Reporter:
Kalau boleh tahu, berapa kisaran gaji yang Ibu terima setiap bulannya?
Ibu R:
Sekitar satu juta seratus ribu rupiah. Kadang cairnya agak telat juga, tergantung dana dari
dinas. Jadi saya harus pintar-pintar ngatur uang, apalagi sekarang harga barang pada naik
semua.
Reporter:
Apa yang biasanya Ibu lakukan untuk menambah penghasilan?
Ibu R:
Saya bantu teman jualan online. Kadang saya jadi admin, kadang bantu promosiin di media
sosial. Lumayan, walau nggak seberapa, bisa buat nambah bayar listrik dan bensin motor.
Reporter:
Apa yang membuat Ibu tetap bertahan di profesi ini, padahal secara ekonomi cukup berat?
Ibu R:
Karena saya cinta ngajar, Mas. Rasanya senang banget kalau anak-anak paham materi atau
waktu mereka bilang, “Bu, saya bisa sekarang!” Itu momen yang nggak bisa dibayar pakai
uang. Jadi walau gajinya kecil, ada kepuasan batin yang besar.
Reporter:
Kalau boleh jujur, pernah nggak Ibu merasa ingin berhenti?
Ibu R:
Pernah sih, terutama waktu biaya hidup makin tinggi dan gaji belum turun-turun. Tapi kalau
lihat anak-anak di kelas, rasanya kok nggak tega ninggalin mereka. Jadi ya tetap jalanin aja,
sambil berharap ada perubahan dari pemerintah.
Reporter:
Apa harapan terbesar Ibu ke depan?
Ibu R:
Sederhana aja: semoga ada kejelasan status buat guru honorer kayak saya. Entah diangkat
jadi ASN, atau minimal dapat tunjangan tetap. Saya cuma ingin hidup layak sambil terus ngajar.
Reporter:
Terima kasih banyak, Bu. Semoga harapan itu segera terwujud.
Ibu R:
Amin. Makasih juga sudah mau dengar cerita saya.
Kesimpulan
Kisah Ibu R menggambarkan wajah nyata dunia pendidikan di lapisan bawah: penuh
pengabdian namun masih dibayangi keterbatasan ekonomi. Meski hanya menerima gaji sekitar
satu juta rupiah per bulan, semangatnya untuk mendidik anak-anak tidak pernah padam.
Ia menjadi contoh nyata bahwa profesi guru tidak semata soal materi, tetapi tentang ketulusan
dan tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa. Namun, di sisi lain, perjuangan seperti
ini tidak seharusnya terus dibiarkan tanpa dukungan struktural yang memadai.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap kesejahteraan guru
honorer, terutama generasi muda yang menjadi tulang punggung pendidikan dasar. Dengan
kebijakan yang berpihak pada tenaga pendidik, semangat seperti yang dimiliki Ibu R akan terus
tumbuh — melahirkan lebih banyak pendidik yang tidak hanya pintar mengajar, tetapi juga kuat
menghadapi realitas hidup.

