
PEMILU DAN PILPRES Embrio Negara Tirai Kayu Mulai Tumbuh yang Membayangi Kecemasan pada Elemen Prodemokrasi
DKYLB.com, Rabu (14/8/2024) - Empat mahasiswa sudah tewas terbunuh sepanjang proses terjadinya penolakan terhadap revisi UU KPK.
Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, yang biasa disapa Uceng, tidak segan untuk mengungkapkan tentang pembunuhan empat mahasiswa di saat mereka berjuang untuk menolak revisi UU KPK.
Zainal menjelaskan, banyak yang lupa ingatan di saat secara membabi buta membela Joko Widodo.
Tidak ada ruang untuk dialog, kata dia, yang mengaku, awalnya juga mendukung Joko Widodo, tapi kemudian dia sudah siuman.
"Saya sudah siuman, yang belum siuman demikian luar biasa membela Joko Widodo," katanya.
Sementara itu, praktisi pers dan media, Farid Gaban menyatakan, dirinya tidak sedikit telah memberikan kritik kepada Joko Widodo, yang terasa demikian membabi buta ya para BuzzeRp dan pendukung Joko Widodo.
"Stasiun Senen, tengah malam."
"Bau kolonial sepanjang perjalanan, dari stasiun ke stasiun."
"Alasan bikin jaringan baru rel dan stasiun?" kata dia.
Di era Joko Widodo, bau kolonial dan kekejaman sangat menyengat dan mengerikan.
Sementara itu, budayawan dan dalang, Sujiwo Tedjo menyatakan, semua pendukung Joko Widodo dan BuzzeRp rela melakukan apa saja demi membersihkan diri Joko Widodo dan kerajaan dia.
Saat dia beberapa kali mengeritik, kalangan jongos Joko Widodo, yang sebagian saat ini sudah sadar, sekarang marak mengeritik Joko Widodo.
"Seharusnya, mereka itu minta maaf dulu ke rakyat Indonesia."
"Jangan mengeritik dan menyerang karena sekarang sudah tidak mendukung Joko Widodo lagi."
"Minimal, mereka minta maaf dulu ke aku, sebelum mereka ikut mengeritik juga," kata Sujiwo Tedjo dengan lantang.
https://vt.tiktok.com/ZS28K5myW/
Memang, situasi telah berubah, saat ini, sebagian kalangan yang di awalnya secara mati-matian mendukung Joko Widodo, sekarang, mereka menyerang sosok yang dikenal sebagai presiden di negara demokrasi, yang telah disulap menjadi negara kerajaan Joko Widodo.
Sepanjang sejarah keberadaan negara Indonesia dan sebelum ada Indonesia, bahkan belum ada satu pun presiden atau kepala daerah yang menjadikan anak, istri, cucu, dan menantunya untuk mendapatkan jabatan yang strategis.
Joko Widodo sepanjang sejarah di dunia ini melampaui kerajaan masa lalu dan negara totaliter karena dia telah menjadikan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, Kaesang Pangerep menjadi Ketua Umum PSI, menantunya Bobby Nasution menjadi Wali Kota Medan.
Hanya seorang Joko Widodo satu-satunya presiden di dunia yang menjadikan anak kandungnya, Gibran menjadi Cawapres di tahun 2024.
Gibran mendampingi Prabowo Subianto untuk menjadi presiden dan skenario untuk menjatuhkan Prabowo Subianto telah secara terbuka dan gamblang dibongkar oleh Connie Rahakundini Bakrie, yang membocorkan rencana kudeta rahasia, jabatan Prabowo Subianto hanya dia tahun saja.
Setelah itu, dia akan langsung dicopot paksa dan digantikan oleh Gibran yang menjadi wapres, kemudian ada kemungkinan, Gibran menunjuk ibu kandungnya menjadi Wapres untuk mendampingi dirinya.
Situasi semakin tidak menentu karena sejauh ini Prabowo Subianto memang belum dilantik sebagai presiden.
Sebagian kalangan menilai, di saat Prabowo Subianto menjadi presiden, upaya kudeta itu sangat mungkin digagalkan.
Kecuali Prabowo Subianto berhalangan tetap, sehingga tidak bisa melanjutkan kepemimpinannya sebagai presiden.
Setelah dilantik, Prabowo Subianto akan menerapkan kepemimpinan yang berbeda dari Joko Widodo.
Bukan tidak mungkin, rencana untuk menjatuhkan Prabowo Subianto, setelah dirinya dilantik sebagai presiden, tidak akan semudah jika dilakukan di saat ini.
Soalnya, dirinya dipastikan tidak akan mau menyerahkan kekuasaan yang diperjuangkan selama ini kepada kerajaan Joko Widodo.
Meski demikian, saat ini, beberapa posisi sudah dikuasai Joko Widodo termasuk menjadikan Gibran sebagai wapres.
Itu bisa dilakukan semua di saat Joko Widodo masih jadi presiden, bisa saja, kubu ini akan menggagalkan pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden, tapi otomatis, Gibran juga mustahil dilantik sebagai wapres.
Sebenarnya, Joko Widodo salah langkah karena di saat masih berkuasa sebagai presiden, dia bisa memaksakan skenario tiga periode.
Bahkan, dia seharusnya memaksakan Gibran sebagai presiden dan Prabowo Subianto hanya wapres, tapi mungkin terlambat.
Kalau saja, dia memilih Gibran sebagai capres dan Kaesang sebagai wapres atau Iriana sebagai capres dan Gibran sebagai wapres dengan semua infrastruktur yang dikuasainya, maka upaya untuk mempertahankan dinasti sampai tujuh turunan akan terus berlangsung setidaknya sampai Jan Ethes jadi presiden di tahun 2100-an akan terwujud.
Kubu aparat militer dan polisi, yang saat ini loyal, tapi setelah 20 Oktober 2024, mereka akan langsung otomatis pindah untuk mendukung penuh Prabowo Subianto dan menaati apa saja perintahnya.
Termasuk untuk menggagalkan upaya kudeta yang sudah dibongkar Connie Rahakundini Bakrie.
Sementara itu, Sukidi telah menulis tentang sosok Joko Widodo sebagai Pinokio Jawa.
Tampangnya dilukiskan penuh angkara murka, sangat beringas, bengis, kejam, tidak hanya seperti sosok boneka Pinokio yang berhidung sangat panjang.
Pasalnya, di era Joko Widodo, sangat banyak terjadi pembantaian dan pembunuhan misalnya kasus KM50 di mana enam orang anak muda telah dibantai di jalan tol tanpa kesalahan atau perbuatan korupsi yang pernah mereka lakukan.
Mereka tewas tanpa ada pengadilan dan keadilan bagi enam orang korban tersebut.
Enam orang itu tewas disiksa sampai mati di jalan tol dan pelanggaran HAM berat itu telah tersebar dari rekaman video dan suara serta foto yang bisa diperoleh dengan mudah.
Jika ditambah dengan korban kerusuhan terkait Pilpres 2019, maka jumlah korban tewas di tangan rezim tirai kayu itu demikian fantastis angkanya.
Situasi ini telah mengakibatkan budaya melawan Joko Widodo menjadi sangat tidak mudah jika dibandingkan perlawanan mahasiswa di tahun 1997 dan 1998.
Kalangan mahasiswa dibungkam, sejumlah kampus dikooptasi, bahkan mimbar demokrasi dan mimbar bebas tidak diperkenankan dengan masuknya kalangan rektor yang dititipkan oleh Joko Widodo.
Hal tersebut mengakibatkan suasana demikian genting karena sangat mencekam.
Kalangan prodemokrasi pun ditutup semua saluran bahkan dibully sedemikian rupa seperti dialami Rocky Gerung dan kawan-kawan.
Sebagian ditangkap dan dikriminalisasi karena mereka menyampaikan kritik kepada Joko Widodo dan rezim tirai kayu.
Rezim ini dikenal sebagai rezim yang sangat keras dan sangat berkuasa, mereka bisa main kayu dan melumpuhkan kalangan yang bersuara kritis.
Main kayu dan hajar semua musuh serta oposisi menjadi ideologi rezim kerjaan Joko Widodo yang dijuluki Tempo sebagai Pinokio Jawa yang sangat brutal dan tidak kenal kompromi, semua alat kekuasaan dimanjakan dengan anggaran melimpah.
Meski anggaran itu tidak dirasakan kalangan prajurit di bawah, anggaran gemuk melampaui anggaran untuk pendidikan dan SDM itu tidak diketahui ludes untuk apa saja.
Negara Tirai Kayu sebagai wujud negara bertangan besi seperti terjadi di negara tirai besi dan tirai bambu yang demikian kejam dan tidak kenal perbedaan pendapat.
Mereka yang berbeda apalagi oposisi akan dihabisi.
Sosok Taufiq Ismail membacakan puisi kelam, Jangan Teriak Merdeka, Malu Kita.
JANGAN TERIAK MERDEKA MALU KITA
Negeri ini masih dicekik ribuan triliun hutang berbunga haram.
Jika negeri ini telah mampu melunasi hutang itu slahkan teriak, merdeka!
Jika belum mampu, lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Banyak anak negeri yang hanya jadi babu di negeri orang.
Mereka, seringkali disiksa dan dianiaya.
Jika negeri ini belum mampu memulangkan mereka,
Memberi pekerjaan layak dan mensejahterakan.
Jangan teriak merdeka !
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Negeri katulistiwa ini dihampari kekayaan alam yang luar biasa.
Namun dikelola oleh orang lain
Rakyat hampir tak menikmatinya.
Jika kekayaan alam ini belum bisa dikuasai negara.
Jangan teriak merdeka !
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Kemiskinan dan pengangguran semakin meluas.
Terasa berat untuk bisa hidup layak.
Bahkan harga-harga terus merangkak naik.
Ditambah pajak yang kian mencekik.
Jika masih meluas kemiskinan
Jangan teriak merdeka !
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Anak negeri tengah terjerembab watak amoral.
Narkoba meraja lela.
Seks bebas liar menyasar siapa saja.
Pornoaksi dan pornografi makin menggila.
Jika anak bangsa masih amoral
Jangan teriak merdeka !
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Demokrasi korporasi mencengkran negeri ini.
Keuangan yang maha kuasa.
Korupsi menjadi budaya.
Kolusi makin menganga.
Kerugian uang rakyat tak terkira.
Jika perilaku ini masih mewarnai bangsa
Jangan teriak merdeka!
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Luas negeri ini dipenuhi potensi sumber daya.
Namun garam masih impor.
Namun singkong masih impor.
Jika negeri ini belum mandiri
Memenuhi kebutuhan bangsanya sendiri
Jangan teriak merdeka !
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Luas negara ini jutaan hektar.
Namun lebih dari setengah dikuasai asing.
Hingga rakyat tak lagi punya lahan luas.
Berdesak-desakan di tanah yang sempit.
Jika tanah negara belum mampu direbut kembali
Jangan teriak merdeka !!
Lebih baik diam dan berfikir.
Malu kita…
Malu kita
Tak berdaya
Tak Kuasa
Lumpuh di ketiak penjajah.
Malu Kita….
puisi karya Dr. Ahmad Sastra ini dibacakan oleh Taufik Ismail.
Performa itu bisa disaksikan di YouTube.