
TERKINI Melodi dari Desa: Sang Maestro Angklung yang Menghidupkan Tradisi
Bandung, Jawa Barat – Di sebuah desa kecil di kaki Gunung Tangkuban Perahu, seorang pria bernama Edi Suryana (56) telah mengabdikan hidupnya untuk melestarikan seni angklung, alat musik tradisional khas Sunda. Dengan tangan terampil dan hati penuh cinta pada budaya, Edi tidak hanya membuat angklung tetapi juga mengajarkan generasi muda untuk memainkan dan mencintai warisan leluhur ini.
Edi memulai perjalanan ini sejak remaja, terinspirasi oleh alunan angklung yang dimainkan di acara adat desa. “Bagi saya, angklung bukan sekadar alat musik, tetapi jiwa dari tradisi Sunda. Setiap bunyinya adalah cerita dari tanah kami,” kata Edi sambil menunjukkan salah satu karyanya yang telah dipasarkan hingga luar negeri.
Dengan peralatan sederhana di bengkel kecilnya, Edi membuat angklung dari bambu yang dipilih dengan cermat. Proses pembuatan satu set angklung bisa memakan waktu berminggu-minggu, mulai dari pemotongan bambu, pengeringan, hingga penyeteman nada.
Namun, dedikasinya tidak berhenti di situ. Pada 2005, Edi mendirikan sanggar seni bernama "Melodi Bambu" di desanya. Sanggar ini menjadi tempat anak-anak dan remaja belajar memainkan angklung, tarian tradisional, dan lagu-lagu Sunda. “Saya ingin generasi muda mengenal dan mencintai budaya mereka, bukan sekadar terpesona pada budaya asing,” tambah Edi.
Usahanya membawa hasil. Kelompok angklung dari sanggarnya telah tampil di berbagai festival, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, pada 2018, grupnya diundang tampil di Jepang dalam festival seni internasional, membawa nama desa kecilnya ke panggung dunia.
“Saya bangga sekali bisa tampil di luar negeri. Kami bukan hanya bermain musik, tetapi juga memperkenalkan identitas Sunda kepada dunia,” ujar Rina, salah satu murid Edi yang kini menjadi pengajar di sanggar tersebut.
Meski begitu, Edi mengaku tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga keberlangsungan sanggar di tengah modernisasi. “Kadang anak-anak lebih tertarik pada gadget daripada angklung. Tapi saya tidak pernah menyerah. Seni adalah napas kehidupan, dan tugas kita menjaganya tetap hidup,” ucapnya penuh semangat.
(Syahna Aqila Az Zahra)