
TERKINI "Gus Gibran" Disambut Meriah di Pesantren Sleman: Antara Simbol Budaya dan Diplomasi Politik
Sleman, Kompas.com – Sorakan meriah menggema di halaman Pondok Pesantren (Ponpes) Sunan Pandanaran, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, saat Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka menginjakkan kakinya di area pesantren tersebut, Selasa (8/7/2025). Namun bukan hanya sambutan hangat para santri dan santriwati yang mencuri perhatian, melainkan pula sapaan kehormatan dari sang kiai pesantren: “Gus Gibran”.
Gelar “Gus”, yang biasanya disematkan kepada putra kiai atau tokoh yang dihormati dalam lingkungan pesantren, kali ini dialamatkan kepada putra Presiden Joko Widodo itu. Sebuah panggilan yang penuh makna, tidak hanya sebagai bentuk keramahan, tetapi juga pengakuan simbolik terhadap kedekatan dan penghormatan pesantren terhadap sosok Gibran.
Dari Tamu Jadi “Keluarga”: Relasi yang Ditanam Sebelum Kemenangan
Dalam sambutan pembuka acara, sang kiai menyebut bahwa Gibran bukanlah tamu asing bagi Ponpes Sunan Pandanaran. Ia mengingatkan bahwa sebelum menjadi Wapres, Gibran sudah beberapa kali berkunjung ke tempat tersebut.
“Sebelum menang datang ke sini, setelah menang datang ke sini. Ini setelah pelantikan datang ke sini, tepuk tangan untuk Gus Gibran,” ucap sang kiai yang langsung disambut sorakan santri.
Gibran pun mengonfirmasi pernyataan itu dalam sambutannya. Ia menyebut kunjungan ini adalah yang ketiga kalinya, dan biasanya ia datang seorang diri atau hanya ditemani satu-dua mobil. Tujuannya pun sederhana: meminta wejangan dari sang kiai.
“Mohon izin Pak Kiai, tadi sudah disampaikan. Ini ketiga kalinya saya datang ke pondok ini,” kata Gibran. “Biasanya datang ke sini menghadap Pak Kiai, minta wejangan, lalu pulang.”
Kini Datang dengan Rombongan dan Bantuan
Namun kali ini berbeda. Gibran tidak datang sendirian. Ia membawa rombongan besar yang terdiri dari tokoh-tokoh penting, termasuk Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, dan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi. Saat menyebut nama Titiek, sorakan santri kembali menggelegar.
Kehadiran Gibran pun bukan sekadar kunjungan silaturahmi, melainkan juga membawa manfaat konkret: penyerahan bantuan laptop dari Blibli kepada para santri.
“Hari ini saya titip ke teman-teman semua. Ini tadi ada laptop dari Blibli. Terima kasih sekali Blibli. Kita serahkan langsung ke pondok,” ujarnya di hadapan ratusan santri dan santriwati.
Pola Politik Baru: “Blusukan Spiritual” Sang Wakil Presiden
Kunjungan ini mencerminkan pendekatan unik yang digunakan Gibran dalam membangun komunikasi politik—yakni menyasar grassroots pesantren dengan pendekatan yang lebih personal dan spiritual. Dengan membawa bantuan nyata, menyapa dengan bahasa lokal, dan menerima gelar kehormatan seperti “Gus”, Gibran tampaknya sedang menanam benih kepercayaan yang bisa tumbuh lebih besar di masa depan.
Beberapa pengamat menyebut ini sebagai bentuk “blusukan spiritual”, sebuah gaya komunikasi politik baru yang menggabungkan nilai keagamaan, simbol budaya pesantren, dan kepentingan elektoral.
Relasi Gibran–Titiek: Simbol Sinergi Eksekutif dan Legislatif?
Menariknya, kunjungan ini juga kembali memperlihatkan kedekatan antara Gibran dan Titiek Soeharto, yang sebelumnya sudah tampil bersama dalam beberapa agenda publik. Mereka bahkan datang dalam satu pesawat dan satu kendaraan, mengikuti sejumlah kegiatan sejak pagi hari di Sleman.
Apakah ini sinyal sinergi lintas generasi politik antara trah Jokowi dan trah Cendana? Meski belum ada pernyataan politis eksplisit, kebersamaan berulang ini membuka banyak spekulasi tentang bangunan komunikasi yang lebih besar antara dua tokoh dari latar belakang politik berbeda.