
TERKINI Mengapa Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Diprediksi Melemah?
DKYLB.com (30/06/2025) Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat pada tahun 2025 dan 2026. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, termasuk daya beli masyarakat yang menurun dan kinerja industri nasional yang melemah. Berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia, OECD, dan IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Proyeksi Pertumbuhan yang Lebih Rendah
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7% dan 4,8% untuk tahun 2026. Angka ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya di Januari 2025 yang sebesar 5,1% untuk kedua tahun tersebut. Serupa, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga menurunkan prediksinya menjadi 4,7% pada 2025 dan 4,8% pada 2026, dari angka sebelumnya 4,9% dan 5,0%. Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026, turun dari 5,1%.
Strategi Ekonomi yang Berkelanjutan Namun Kurang Efektif Jangka Pendek
Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), kebijakan ekonomi pemerintah saat ini tidak banyak berbeda dari periode sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa program-program pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto adalah kelanjutan dari strategi sebelumnya. Meskipun ada akselerasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM), dampak positifnya baru akan terasa dalam jangka panjang.
Huda berpendapat bahwa strategi ekonomi yang serupa ini akan menghasilkan pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dari pencapaian pemerintahan sebelumnya. Ia menekankan bahwa meskipun program hilirisasi dan pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan utama pertumbuhan ekonomi, ketergantungan pada sektor-sektor ini terlalu dominan.
Tekanan pada Industri Nasional dan Daya Beli Masyarakat
Di sisi lain, permintaan masyarakat yang melemah menjadi faktor penting yang menekan kinerja industri nasional. Daya beli yang rendah disebut sebagai hambatan utama dalam pemulihan ekonomi. Meskipun ada program peningkatan kualitas SDM, dampaknya baru akan terlihat dalam jangka panjang.
Huda juga mengutip data dari S&P yang menunjukkan adanya tekanan pada sektor industri dalam beberapa bulan terakhir. Indeks Manajer Pembelian (PMI) Indonesia tercatat 46,7 pada April 2025 dan sedikit naik menjadi 47,4 pada Mei 2025. Angka ini jauh lebih rendah dari Maret 2025 yang mencapai 52,4. "PMI di bawah 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami kontraksi, tanpa ekspansi produksi," jelas Huda. Ini berarti, sektor industri belum menunjukkan peningkatan produksi domestik. Akibatnya, utilitas industri akan terus menurun seiring dengan lemahnya permintaan, baik dari pasar domestik maupun internasional.
"Tidak adanya ekspansi berarti tidak ada tambahan produksi dari industri manufaktur dalam negeri," tegas Huda. Ia menambahkan bahwa menjadi salah satu yang paling terdampak, dengan perkiraan tingkat utilisasi bisa turun di bawah 50%, yang berisiko menyebabkan PHK besar-besaran.
Sumber:Kompas,com
Daffa Febio Putra JMMA