X

NASIONAL Kode Suksesi Keraton dan Dinamika Politik Lokal: Mencermati Peluang Kepemimpinan Perempuan di Yogyakarta

28 Oktober 2025 17:45 | Oleh Tim DKYLB 01

Jakarta – Isu kepemimpinan perempuan selalu menjadi topik perdebatan yang menarik, terutama dalam konteks suksesi di Keraton Yogyakarta. Kehadiran perempuan dalam regenerasi kepemimpinan Keraton Yogyakarta menjadi polemik karena adanya dualisme pengaturan antara tradisi kuno (Paugeran) dan hukum negara (Undang-Undang Keistimewaan).

Dualisme Hukum: Paugeran dan UUK DIY

Polemik ini bermula dari langkah berani Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X), Raja Keraton Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang mengangkat putri sulungnya sebagai penerus.

Secara tradisional, Kasultanan Yogyakarta sejak Hamengkubuwono I hingga HB X menganut sistem patriarki dan Paugeran Keraton umumnya menetapkan bahwa pemimpin Kasultanan harus seorang laki-laki. Salah satu Paugeran yang menjadi dasar bahwa Raja harus laki-laki adalah kutipan dari Serat Puji yang menyebutkan: "Utamanya Raja itu Pria". Selain itu, gelar Sultan sebelumnya yang mengandung frasa "Khalifatullah" secara tradisional dikonotasikan sebagai peran maskulin, yaitu wakil Tuhan di muka bumi yang berfungsi sebagai pemelihara kelanggengan agama.

Di sisi lain, hukum negara melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK DIY) juga sempat memuat syarat yang secara tersirat menghambat kepemimpinan perempuan. Pasal 18 ayat (1) huruf m UUK DIY mensyaratkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus menyerahkan Daftar Riwayat Hidup Istri, yang mengindikasikan bahwa calon pemimpin DIY haruslah laki-laki.

Langkah Progresif Sultan HB X melalui Sabda Raja

Sultan HB X, yang tidak memiliki putra laki-laki, mulai merekonstruksi budaya suksesi dan mengikis budaya patriarki. Sultan menegaskan bahwa ia harus tunduk pada undang-undang republik yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan, meskipun hal tersebut bertentangan dengan tradisi patriarkis leluhurnya.

Pada 30 April 2015, Sultan HB X mengeluarkan Sabda Raja yang mengandung beberapa perubahan, termasuk menghilangkan gelar "Khalifatullah" dan mengganti penyebutan "Buwono" menjadi "Bawono". Penghapusan gelar "Khalifatullah" ini secara langsung mengurangi pengaruh Islam dalam kerajaan dan membuka peluang munculnya raja perempuan di kemudian hari.

Berselang lima hari, pada 5 Mei 2015, Sultan mengeluarkan Dawuh Raja (atau Sabda Raja II) yang menunjuk putri sulungnya, Gusti Kanjeng Ratu Pambayun, untuk menjadi Puteri Mahkota Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Gelar GKR Pambayun diubah menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Keputusan ini bertolak belakang dengan Paugeran yang selama ini berlaku.

Dinamika Konflik Internal dan Infrastruktur Politik

Keputusan Sultan HB X tersebut memicu penolakan keras dari kerabat internal Keraton, termasuk adik-adik Sultan seperti GBPH Yudhaningrat dan GBPH Prabukusumo. Mereka berpendapat bahwa tindakan Sultan melanggar Paugeran Keraton dan tradisi pancer lanang (keturunan laki-laki), serta dianggap sebagai penyelewengan terhadap adat istiadat. Secara historis, suksesi kepemimpinan Keraton Yogyakarta memang tidak selalu mulus dan sering diiringi konflik perebutan takhta.

Namun, Sultan HB X, yang memegang otoritas tertinggi di Keraton (Dawuh Dalem), telah menyiapkan "infrastruktur" yang memungkinkan GKR Mangkubumi menjadi Raja dan Gubernur. Putri kedua Sultan, GKR Condrokirono, diangkat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura. Posisi ini sangat strategis karena Penghageng bertanggung jawab menandatangani surat pencalonan Gubernur DIY sesuai Pasal 19 ayat (3) huruf a UUK.

Untuk mengatasi hambatan hukum formal, Sultan HB X mengajukan judicial review terhadap frasa "istri" dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UUK DIY. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 88/PUU-XIV/2016, yang menghapus frasa "istri". Putusan ini secara hukum menegaskan bahwa jabatan Gubernur DIY boleh diraih oleh laki-laki maupun perempuan.

Solusi Konstruktif dan Perspektif Hukum Adat

Meskipun dinamika konflik internal dan eksternal melemahkan rezim Sultan HB X, hasil penelitian menunjukkan bahwa dualisme pengaturan ini dapat menjadi solusi konstruktif dalam menyelesaikan polemik kepemimpinan perempuan di Yogyakarta.

  1. Adaptasi Kultural: Paugeran, sebagai hukum adat yang hidup, memiliki fleksibilitas untuk berevolusi sesuai perkembangan zaman. Perubahan Paugeran yang memungkinkan suksesi perempuan tidak secara otomatis bertentangan dengan UUK DIY.
  2. Kerangka Formal: UUK DIY, sebagai lex specialis, memberikan kerangka formal yang dapat diinterpretasikan secara progresif untuk mengakomodasi perubahan Paugeran.
  3. Harmonisasi Konstitusional: Berdasarkan Teori Siyasah Dusturiyah (hukum tata negara Islam), untuk mengatasi dualisme ini, diperlukan harmonisasi antara hukum adat dan hukum negara melalui revisi regulasi yang mengakomodasi prinsip keadilan, kompetensi, dan partisipasi musyawarah (syura). Pendekatan ini dapat menjadi landasan normatif kuat untuk mewujudkan tata kelola kepemimpinan yang adil dan berkelanjutan.

Dengan demikian, peluang kepemimpinan perempuan di Yogyakarta bukan lagi hanya wacana politik, tetapi didukung oleh langkah-langkah transformatif Sultan HB X dalam Paugeran dan pengakuan formal dari hukum negara melalui Putusan MK.


“reset indonesia’” ramai menjadi perbincangan di media sosial, ada apakah?

Gerakan Reset Indonesia mencuat di media sosial sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil dan kurang transparan. Melalui tagar #ResetIndonesia, gerakan ini menyerukan perlunya perubahan mendasar dalam sistem politik, ekonomi, dan hukum agar lebih berpihak kepada rakyat. Fenomena ini menjadi simbol meningkatnya kesadaran publik serta kekuatan suara masyarakat di era digital.

28 Oktober 2025 20:40 | Jurnalistik Forensik

Kasus Ustaz Cabul di Bekasi: Pelecehan Dimulai Sejak 2013

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang ustaz di Bekasi, Jawa Barat, menggemparkan publik. Pria berinisial M (47) itu ditangkap polisi setelah terbukti memperkosa anak angkat dan keponakannya sendiri secara berulang sejak tahun 2013. Ironisnya, pelaku selama ini dikenal sebagai tokoh agama di lingkungannya.

28 Oktober 2025 20:25 | terkini

Mikroplastik Turun dari Langit: Studi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Soroti Risiko Lingkungan Jakarta

Hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik dengan tingkat kontaminasi tertinggi di Indonesia. Temuan ini menunjukkan bahwa polusi udara dan limbah plastik kini tidak hanya mencemari darat dan laut, tetapi juga turun bersama hujan. Para peneliti memperingatkan potensi dampak jangka panjang terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, karena partikel mikroplastik dapat terhirup, masuk ke saluran pernapasan, hingga berpotensi masuk ke aliran darah. Temuan ini sekaligus menjadi peringatan bahwa krisis plastik telah mencapai level atmosfer, menuntut langkah serius dalam pengendalian sampah dan emisi perkotaan.

28 Oktober 2025 20:08 | kesehatan

SPBU Tuban Jadi Sorotan Usai Motor mogok setelah isi BBM

Puluhan sepeda motor di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, mendadak mogok setelah mengisi BBM jenis Pertalite di sejumlah SPBU pada Selasa (28/10/2025). Peristiwa ini membuat warga resah dan menimbulkan antrean panjang di bengkel-bengkel setempat. Dugaan sementara menyebutkan adanya kandungan air atau campuran tidak murni dalam bahan bakar tersebut.

28 Oktober 2025 19:47 | terkini

Bahlil Lahadalia Laporkan Pembuat dan Penyebar Meme ke Polisi

Kasus laporan yang diajukan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terhadap pembuat dan penyebar meme di media sosial menuai perhatian publik. Tindakan ini memunculkan perdebatan antara perlindungan nama baik pejabat publik dan kebebasan berekspresi warga di dunia digital.

28 Oktober 2025 19:40 | terkini

Kasus Nikita Mirzani: Ketika Popularitas Tak Selalu Menyelamatkan di Meja Hukum

Kasus hukum yang menjerat artis Nikita Mirzani kembali menjadi perhatian publik setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Serang menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar atas dugaan pemerasan terhadap Dito Mahendra. Di balik sorotan popularitasnya, kasus ini menunjukkan bahwa ketenaran tidak selalu mampu melindungi seseorang dari jerat hukum.

28 Oktober 2025 19:25 | terkini