X

TERKINI 100 Hari Kepemimpinan Trump: Janji Pro-Kripto Belum Berdampak Nyata

04 Mei 2025 17:48 | Oleh Tim DKYLB 01

DKYLB.com, Selasa (04/05/2025) – Seratus hari pertama Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjabat, membawa dampak fluktuatif terhadap pasar kripto, khususnya Bitcoin. Meski Trump mengaku pro terhadap industri aset digital, perubahan kebijakan konkret masih belum terlihat.

Mengutip decrypt.com, selama tiga bulan terakhir Trump telah mengeluarkan sejumlah perintah eksekutif yang mendukung ekosistem kripto. Di antaranya adalah instruksi kepada Departemen Keuangan AS untuk menyimpan cadangan strategis Bitcoin serta perlindungan bagi para penambang aset digital. Ia juga memenuhi janji kampanyenya dengan membebaskan Ross Ulbricht, pendiri Silk Road.

Baca Juga: Sentimen Positif Dorong Bitcoin Menguat di Bulan Mei, Abaikan Efek ‘Sell in May’

Namun, langkah-langkah tersebut belum berujung pada kebijakan signifikan yang mampu mendorong pertumbuhan industri kripto secara luas. “100 hari pertama Trump jelas mengubah persepsi terhadap kripto. Sekarang tinggal menunggu apakah janji-janji itu akan menjadi aksi nyata,” ujar Mauricio Mondragon, Kepala Produk Fortress Trust.

Selama periode itu, Bitcoin sempat anjlok ke titik terendahnya di level US$77.038 pada 8 April 2025, imbas ketegangan dagang antara AS dan China. Washington mengenakan tarif tambahan 104% kepada Tiongkok, yang dibalas dengan pernyataan keras dari Beijing.

Baca Juga: Trump Ungkap AS Akan Jadi Ibu Kota Kripto Dunia

Situasi tersebut memicu aksi jual dari investor, menyebabkan arus keluar dana dari ETF Bitcoin Spot sebesar US$815 juta selama 1–10 April 2025. Secara keseluruhan, performa Bitcoin selama 100 hari Trump menjabat mengalami penurunan sebesar 8,47%, dengan koreksi terdalam tercatat pada 3 Maret 2025 sebesar 9,54%.

 (Dimas Galoh Maulana - Jurnalistik Multimedia A)


REVISI UU TNI DALAM CERMIN MEDIA: KRISIS KOMUNIKASI, KRISIS DEMOKRASI

Pemerintah dan DPR tengah mengajukan revisi UU TNI yang memunculkan kembali diskursus lama tentang “dwifungsi militer”. Meski diklaim bertujuan memperkuat efektivitas pertahanan, substansi revisi justru menuai kritik keras karena membuka kembali ruang bagi prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil—praktik yang pernah jadi simbol represi Orde Baru. Isu ini tidak hanya kontroversial secara hukum, tetapi juga menimbulkan krisis komunikasi publik. Pemerintah nyaris tidak menyampaikan narasi penyeimbang secara strategis. Akibatnya, media mengambil alih ruang wacana dan membentuk persepsi negatif secara masif.

21 Juli 2025 00:32 | Nasional

Membangun Narasi atau Mengaburkan Realitas? Fenomena Dedi Mulyadi Sang Gubernur Konten di era Demokrasi Digital

Belakangan ini, nama Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan. Bukan karena posisinya di parlemen, bukan pula karena polemik legislatif. Yang membuatnya terus dibicarakan adalah kehadirannya yang nyaris harian di layar ponsel kita—dalam video-video yang memperlihatkan dirinya “blusukan”, membantu masyarakat, menyentuh persoalan lokal dengan narasi besar: kehadiran negara di tengah rakyat kecil. Sekilas, ini terlihat seperti bentuk ideal dari komunikasi politik. Figur publik yang tampil tanpa jarak, menggunakan bahasa sederhana, dan menjangkau rakyat lewat media sosial alih-alih podium formal. Tapi justru di situlah letak pertanyaannya: apakah semua ini sungguh autentik? Atau apakah ini hanya kemasan citra?

18 Juli 2025 20:59 | Terkini

TRAGEDI PENDAKI BRASIL DI RINJANI: KOMUNIKASI KRISIS DAN PROTOKOL KESELAMATAN YANG TERLAMBAT DIRESPONS

Tragedi di Gunung Rinjani dan Krisis Komunikasi Pemerintah Gunung Rinjani kembali jadi sorotan dunia, kali ini karena tragedi pendaki asal Brasil yang meninggal di jalur pendakian. Publik mempertanyakan tanggung jawab pengelolaan keamanan, kesiapan petugas, dan prosedur penyelamatan di destinasi wisata sekelas Rinjani. Sayangnya, respons pemerintah terkesan datar dan normatif. Tidak ada klarifikasi yang kuat atau narasi empatik kepada keluarga korban. Krisis ini justru menunjukkan lemahnya strategi komunikasi, transparansi, dan kesadaran akan pentingnya manajemen risiko pariwisata. Tragedi ini harus menjadi titik balik: pariwisata bukan hanya promosi, tetapi juga soal keselamatan, kesiapan, dan komunikasi publik yang manusiawi. Dalam era digital, setiap tragedi bisa viral dan merusak citra jika tidak ditangani dengan baik. Pemerintah harus belajar bersikap cepat, jujur, dan tangguh dalam menjawab kegelisahan publik, karena kredibilitas institusi dipertaruhkan.

18 Juli 2025 17:39 | Terkini