NASIONAL REVISI UU TNI DALAM CERMIN MEDIA: KRISIS KOMUNIKASI, KRISIS DEMOKRASI
Framing
Media Terhadap Krisis Revisi UU TNI
Berdasarkan analisis isi terhadap
10 artikel utama dari media daring nasional yang terbit sepanjang Juni–Juli
2024 (Kompas.id, Detik, Tempo, Media Indonesia, Kumparan, dan lainnya),
ditemukan pola pemberitaan yang konsisten membingkai revisi ini sebagai ancaman
terhadap demokrasi sipil.
Beberapa diksi yang dominan
seperti:
- “Kembalinya dwifungsi TNI”
- “Kemunduran reformasi”
- “Mengancam supremasi sipil”
- “Diam-diam dan tanpa
partisipasi publik”
Hal ini sesuai dengan teori framing
dari Robert Entman (1993), yang menyatakan bahwa media tidak hanya menyampaikan
informasi, tetapi juga mendefinisikan masalah, mencari penyebab, membuat
penilaian moral, dan menawarkan solusi. Dalam hal ini, framing media secara
kolektif membentuk opini bahwa negara telah gagal menjaga prinsip dasar
demokrasi.
Respons
Sipil Dan Absennya Komunikasi Strategis Negara
Koalisi masyarakat sipil, PPI
Dunia, Imparsial, YLBHI, dan sejumlah organisasi HAM tampil menjadi aktor
tandingan dalam ruang publik. Kritik mereka meluas ke media sosial, dibantu
oleh jaringan aktivis dan akademisi, menciptakan tekanan yang tak bisa diabaikan.
Namun, hingga kini, pemerintah
belum menampilkan strategi komunikasi krisis yang efektif. Berdasarkan
teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) dari
Timothy Coombs, respons negara cenderung masuk dalam kategori “diminish” atau
mengecilkan krisis. Belum ditemukan adanya strategi “image repair”
seperti yang dijelaskan oleh William Benoit, yang melibatkan permintaan maaf,
penjelasan terbuka, atau pembentukan forum dialog partisipatif.
Negara justru tampil secara
administratif—mengandalkan dokumen formal dan konferensi pers tanpa narasi yang
kuat dan meyakinkan.
Tulisan ini menghadirkan
analisis framing media dalam konteks krisis komunikasi kebijakan publik,
bukan hanya membaca isi revisi undang-undang secara legalistik. Kebaruan
artikel ini terletak pada bagaimana ia memperlihatkan bahwa kegagalan komunikasi
bukan sekadar kebijakan substansi dapat memperburuk krisis legitimasi.
Sementara sebagian besar liputan
publik berfokus pada isi dan dampak hukum revisi UU TNI, artikel ini membedah
sisi lain: bagaimana ketidakhadiran narasi negara membuka ruang hegemoni opini
melalui media.
Artikel ini terbatas pada analisis
isi berita media daring dan tidak mencakup studi terhadap media sosial seperti
X (Twitter), TikTok, atau YouTube, padahal di situlah kontestasi narasi publik
paling intens terjadi hari ini. Juga, tidak ada wawancara primer terhadap aktor
negara, sehingga artikel ini lebih menonjolkan representasi media ketimbang
perspektif pemerintah langsung.
Meski demikian, keterbatasan ini
memperkuat fokus artikel: bahwa media arus utama, tanpa perlu bantuan media
sosial, sudah cukup menggambarkan ketimpangan komunikasi negara.
Tanpa
Narasi, Krisis Akan Tumbuh Dalam Diam
Revisi UU TNI seharusnya menjadi
pelajaran penting bahwa kebijakan tanpa komunikasi yang baik hanya akan
memperbesar resistensi publik. Ketika negara gagal hadir dalam narasi publik,
maka rakyat akan mencari narasi sendiri yang bisa saja lebih tajam dan lebih
memecah.
Dalam masyarakat demokratis yang
terhubung digital, membangun narasi bukan hanya soal “mengklarifikasi”, tapi
juga soal merawat kepercayaan. Dan saat kepercayaan itu hilang, maka demokrasi
pun ikut retak.
Note: Tulisan ini berdasarkan analisis isi terhadap 10
berita daring nasional terkait Revisi UU TNI, serta menggunakan referensi
konseptual dari teori Framing (Entman), SCCT (Coombs), dan Image Repair Theory
(Benoit).
Daftar
Referensi:
Benoit, W. L. (1997). Image repair discourse and crisis communication. Public
Relations Review, 23(2), 177–186.
Coombs, W. T. (2007). Protecting organization reputations during a crisis:
The development and application of situational crisis communication theory. Corporate
Reputation Review, 10(3), 163–176.
Detik.com. (2023, Juni 20). Koalisi
masyarakat sipil kritik rencana revisi UU TNI: Membahayakan demokrasi. https://news.detik.com/berita/d-6712394/koalisi-masyarakat-sipil-kritik-rencana-revisi-uu-tni-membahayakan-demokrasi
Detik.com. (2024, Juli 2). Imparsial
kritik rapat kejar tayang RUU TNI: Kemunduran reformasi. https://news.detik.com/berita/d-7817896/imparsial-kritik-rapat-kejar-tayang-ruu-tni-kemunduran-reformasi
Detik.com. (2024, Juli 11). PPI
Dunia tolak revisi UU TNI: Berpotensi meruntuhkan supremasi sipil. https://www.detik.com/edu/edutainment/d-7833665/ppi-dunia-tolak-revisi-uu-tni-berpotensi-meruntuhkan-supremasi-sipil
Entman, R. M. (1993). Framing: Toward clarification of a fractured paradigm. Journal
of Communication, 43(4), 51–58.
Hukumonline.com. (2024, Juni 26). RUU
TNI memperkuat peran militer, mereduksi supremasi sipil. https://www.hukumonline.com/berita/a/ruu-tni-memperkuat-peran-militer--mereduksi-supremasi-sipil-lt67daea8ed1b16/
KBR.id. (2024, Juli 1). Mengapa
revisi UU TNI mengancam demokrasi. https://kbr.id/berita/saga/mengapa-revisi-uu-tni-mengancam-demokrasi
Kompas.id. (2024, Juli 3). Revisi
UU TNI: Substansi kritik dan janji menjaga supremasi sipil. https://www.kompas.id/artikel/revisi-uu-tni-substansi-kritik-dan-janji-menjaga-supremasi-sipil
Kompasiana. (2024, Maret 19). Pengesahan
UU TNI: Bahaya rezim tentara di Indonesia (Perspektif Filsafat Politik). https://www.kompasiana.com/igonnusuki2629/67e0e3edc925c45a5332f542/pengesahan-uu-tni-bahaya-rezim-tentara-di-indonesia-perspektif-filsafat-politik
Kumparan.com. (2024, Juli 1). Koalisi
masyarakat sipil kritik RUU TNI: Kembalinya dwifungsi TNI. https://kumparan.com/kumparannews/koalisi-masyarakat-sipil-kritik-ruu-tni-kembalinya-dwifungsi-tni-24gONXovMUK
Media Indonesia. (2024, Juli 3). Masyarakat
sipil sebut pembahasan revisi UU TNI diam-diam, bertentangan dengan reformasi. https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/752648/masyarakat-sipil-sebut-pembahasan-revisi-uu-tni-diam-diam-bertentangan-dengan-reformasi
Tempo.co. (2024, Juni 25). Koalisi
masyarakat sipil kritik revisi UU TNI, tolak pencabutan larangan prajurit
berbisnis. https://www.tempo.co/politik/koalisi-masyarakat-sipil-kritik-revisi-uu-tni-tolak-pencabutan-larangan-prajurit-berbisnis-39421

