TERKINI Naiknya Suhu Global, Ancaman Baru bagi Sektor Pariwisata
Bali, Rabu (5/11/2025)
Kenaikan suhu global yang semakin terasa tidak hanya mengancam ekosistem alam, tetapi juga menghantam sektor pariwisata — salah satu penopang utama ekonomi di Indonesia. Pulau Bali dan Lombok, dua destinasi unggulan yang bergantung pada wisata bahari, kini menghadapi dampak serius akibat perubahan iklim yang terjadi dalam satu dekade terakhir.
Menurut laporan Kumparan.com, suhu laut di perairan selatan Bali meningkat rata-rata 1,2 derajat Celsius dalam lima tahun terakhir. Kenaikan ini menyebabkan fenomena coral bleaching atau pemutihan terumbu karang di kawasan Nusa Penida dan Amed. Terumbu karang yang rusak membuat keindahan bawah laut berkurang drastis, padahal area tersebut selama ini menjadi daya tarik utama bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Sementara itu, Suara.com melaporkan bahwa jumlah wisatawan asing yang datang ke Bali pada kuartal ketiga 2025 turun sekitar 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pelaku usaha wisata menyebut kondisi cuaca ekstrem, gelombang tinggi, dan rusaknya ekosistem laut sebagai penyebab utama penurunan tersebut. “Beberapa operator diving bahkan menutup usahanya sementara karena visibilitas air yang menurun dan berkurangnya populasi ikan karang,” ujar Made Jaya, pengelola wisata bahari di Tulamben, kepada wartawan.
Dampak lain juga dirasakan di kawasan wisata pegunungan. Kompas.com mencatat bahwa sejumlah destinasi seperti Bromo dan Dieng mulai mengalami perubahan pola cuaca yang tidak menentu. Kabut lebih tebal, suhu ekstrem, dan curah hujan tak terduga membuat wisatawan kesulitan menentukan waktu kunjungan. Akibatnya, pendapatan masyarakat sekitar juga ikut turun.
Meski demikian, muncul sejumlah inisiatif lokal untuk beradaptasi. Di Lombok, komunitas wisata di Desa Sembalun mulai mengembangkan konsep eco-homestay, yaitu penginapan yang memanfaatkan energi surya dan sistem pengelolaan sampah mandiri. Mereka juga menanam pohon di sekitar area wisata untuk menekan efek pemanasan lokal.
Dalam laporan Republika.co.id, Kepala Dinas Pariwisata Bali, I Gusti Ayu Sriastini, menyebut bahwa konsep sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan kini menjadi fokus utama pemerintah daerah. “Kami tidak bisa lagi hanya menjual keindahan alam. Pariwisata masa depan harus memperhatikan daya dukung lingkungan,” ujarnya.
Upaya ini juga sejalan dengan kebijakan nasional yang menekankan pentingnya transisi menuju ekonomi hijau. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong daerah wisata untuk berinvestasi dalam energi terbarukan, transportasi rendah emisi, dan pengelolaan limbah terpadu.
Selain itu, wisatawan generasi muda mulai berperan dalam perubahan ini. Data dari Suara.com menunjukkan bahwa 68 persen wisatawan muda Indonesia kini lebih memilih destinasi ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tren ini menunjukkan adanya pergeseran kesadaran wisata dari sekadar hiburan menjadi tanggung jawab sosial terhadap alam.
Namun, tantangan masih besar. Banyak pelaku usaha kecil yang belum mampu beradaptasi karena keterbatasan biaya dan pengetahuan teknologi hijau. Pemerintah diharapkan dapat memberikan pelatihan serta dukungan finansial agar transformasi menuju pariwisata hijau bisa berjalan merata.
Highlight (Republika.co.id): Upaya penyelamatan sektor pariwisata dari dampak perubahan iklim harus melibatkan seluruh pihak — mulai dari pemerintah, pelaku industri, akademisi, hingga masyarakat lokal. Kolaborasi menjadi kunci agar pariwisata Indonesia tidak hanya indah secara alam, tetapi juga berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Elsa Adinda Putri
diolah dari Sumber: Kumparan.com, Suara.com, Kompas.com, Republika.co.id

