
DAERAH Fenomena Knalpot “Racing”: Hama Bagi Masyarakat Ibukota
Jakarta - Kehidupan perkotaan yang semestinya dinamis dan menyenangkan, seringkali terusik oleh suara bising yang tak kunjung reda. Salah satu sumber kebisingan yang paling mengganggu adalah suara knalpot racing dari kendaraan bermotor. Fenomena ini bukan hanya sekadar masalah kebisingan, tetapi telah menjadi persoalan sosial yang kompleks dan berdampak luas bagi masyarakat, khususnya di kawasan perkotaan.
Lantas, mengapa knalpot racing menjadi masalah besar?
Fenomena knalpot racing menjadi masalah besar karena menimbulkan gangguan kesehatan yang timbul dari polusi suara. Suara bising dari knalpot racing dapat menyebabkan gangguan tidur yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung hingga stroke. Suara bising juga dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti stress karena mengganggu kenyamanan sehari-hari.
Selain menimbulkan beragam penyakit, pengguna knalpot racing juga melanggar peraturan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 285 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa setiap pengendara wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Jika kendaraan tidak memenuhi syarat tersebut, termasuk karena penggunaan knalpot yang tidak sesuai standar, maka pengendara dapat dikenai sanksi tilang.
“Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,00,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2019 juga mengatur batas maksimal tingkat kebisingan kendaraan bermotor. Batas kebisingan ini berbeda-beda tergantung pada kapasitas mesin kendaraan. Kriteria yang memenuhi syarat seperti:
- Motor dengan kapasitas mesin 80-175 cc: Batas maksimal kebisingan adalah 77 dB.
- Motor dengan kapasitas mesin di atas 175 cc: Batas maksimal kebisingan adalah 83 dB.
Lalu, mengapa banyak yang masih melanggar?
Meskipun sudah ada peraturan yang jelas, masih banyak pengendara yang menggunakan knalpot racing. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran pengendara bahwa penggunaan knalpot racing melanggar hukum dan mengganggu orang lain. Selain itu, mereka menganggap bahwa knalpot racing merupakan tren dan gengsi karena dianggap sebagai simbol kegagahan atau tren terkini. Terakhir, penegakkan hukum terhadap pelanggaran penggunaan knalpot racing seringkali tidak konsisten dan sulit dilakukan. Sanksi yang diatur juga dinilai kurang tegas. Seharusnya denda yang dilayangkan nominalnya lebih besar dari Rp. 250.000,00,- agar menimbulkan efek jera bagi para pelanggar.