
TERKINI Krisis Lingkungan di Jakarta: Kemacetan dan Polusi Udara Terus Meningkat, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
DKLYB.com - Jakarta, Sabtu 9 November 2024. Ibu kota Indonesia yang padat penduduk, kini tengah menghadapi krisis lingkungan yang semakin parah. Kemacetan yang tak kunjung reda dan kualitas udara yang terus menurun telah mencapai titik kritis. Laporan terbaru dari Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengungkapkan bahwa level PM2.5 (partikel halus) di udara ibu kota telah melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan warga.
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, kemacetan di pusat kota meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini beriringan dengan lonjakan jumlah kendaraan pribadi, sementara infrastruktur transportasi umum yang tersedia belum memadai untuk menanggulangi pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat. Sebagian besar kawasan Jakarta, terutama Jalan Thamrin, Sudirman, dan sekitar Bandara Soekarno-Hatta, tercatat sebagai wilayah dengan kualitas udara terburuk, yang berdampak langsung pada kesehatan jutaan orang yang tinggal dan bekerja di sana.
Penyebab utama kemacetan dan polusi udara Jakarta adalah jumlah kendaraan yang terus meningkat. Meskipun transportasi umum seperti bus dan kereta ringan mulai dikembangkan, akses ke layanan tersebut masih terbatas, sehingga banyak warga yang mengandalkan kendaraan pribadi atau sepeda motor. Selain itu, kurangnya penghijauan di beberapa kawasan kota, serta pembakaran sampah yang masih marak, turut memperburuk kualitas udara. Aktivitas industri juga memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan polusi udara, dengan emisi gas buang yang tidak terkelola dengan baik.
“Kami sudah lama mengeluhkan kualitas udara yang semakin buruk. Terkadang saya tidak bisa beraktivitas di luar ruangan lebih dari satu jam karena merasa sesak napas,” ujar Siti Aisyah, salah satu warga Jakarta yang tinggal di daerah sekitar Jalan Thamrin. Banyak warga yang mengaku sudah terbiasa dengan udara yang penuh polusi, meski mereka tahu ini bisa berbahaya bagi kesehatan mereka.
Menurut para ahli kesehatan, polusi udara yang tinggi di Jakarta dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan, seperti asma dan bronkitis, serta meningkatkan risiko gangguan jantung. Anak-anak dan lansia adalah kelompok yang paling rentan terhadap efek buruk polusi ini.
Selain itu, kemacetan yang parah juga berdampak pada produktivitas ekonomi. Warga yang terjebak macet menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya, yang berdampak pada efisiensi kerja dan kualitas hidup mereka. Biaya bahan bakar yang tinggi dan produktivitas yang menurun akibat kemacetan juga menjadi beban ekonomi tambahan bagi warga.
Menanggapi situasi ini, beberapa kalangan masyarakat dan pemerhati lingkungan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas. Mereka menuntut pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi umum, seperti MRT dan LRT, yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, perlu adanya kebijakan pembatasan kendaraan pribadi yang lebih ketat, serta penegakan hukum terhadap perusahaan yang mencemari udara.
Pemerintah juga diminta untuk lebih fokus pada penghijauan kota dengan menambah ruang terbuka hijau dan menanam lebih banyak pohon, yang dapat membantu menyaring polusi udara. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup dan beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan seperti sepeda atau kendaraan listrik juga sangat diperlukan.
Untuk mengatasi masalah kemacetan dan polusi udara yang semakin memburuk, Jakarta harus mengubah paradigma transportasi dan pembangunan kota. Jika tidak ada perubahan signifikan, krisis lingkungan ini akan terus membayangi masa depan Jakarta. Warga dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Jika tidak, dampak kesehatan jangka panjang dan kerugian ekonomi akan semakin besar, yang pada akhirnya merugikan semua pihak.
Dio Rakha Ijlal Faiz (7023210056)