TERKINI ''Aura Farming" Trend Global saat ini berasal dari pacu jalur di Indonesia
DKLYB.COM, KAMIS (10/07/2025) Jakarta. Fenomena “aura farming” belakangan menjadi perbincangan hangat di media sosial. Istilah ini merujuk pada momen dalam budaya Pacu Jalur yakni tradisi lomba dayung khas Kuantan Singingi, Riau. Aura Farming berasal ketika energi kolektif peserta dan penonton diyakini menciptakan “aura” atau tampilan yang keren, kuat dan spiritual. Siapa sangka, potongan video budaya lokal itu kini jadi tren global, bahkan diikuti para selebriti dunia.
Dari Tradisi Sungai kini Mendunia
Tradisi Pacu Jalur sendiri telah berlangsung sejak abad ke-17, berakar dari kehidupan masyarakat Melayu yang tinggal di sepanjang Sungai Kuantan. Lomba dayung massal ini awalnya digelar untuk menyambut tamu kerajaan, namun kini menjadi agenda tahunan yang menyedot ribuan penonton. Para pendayung, yang mengenakan pakaian adat dan menghentakkan irama dayung serempak, menghadirkan suasana magis tersendiri.
Awalnya pacu jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan CerentiKecamatan Cerenti di hilir.
Saat itu memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya jalur itu benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang.
Kemudian muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).
Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.
Baru pada 100 tahun kemudian, warga melihat sisi lain yang membuat keberadaan jalur itu menjadi semakin menarik, yakni dengan digelarnya acara lomba adu kecepatan antar jalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama Pacu Jalur.
Pada awalnya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam. Namun, seiring perkembangan zaman, akhirnya Pacu Jalur diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Oleh karena itu Pacu Jalur diadakan sekitar bulan Agustus.
Dapat digambarkan saat hari berlangsungnya Pacu Jalur, kota Jalur bagaikan lautan manusia. Terjadi kemacetan lalu lintas di mana-mana, dan masyarakat yang ada diperantauan akan terlihat lagi, mereka akan kembali hanya untuk menyaksikan acara ini. Biasanya jalur yang mengikuti perlombaan, bisa mencapai lebih dari 100. Menurut masyarakat setempat jalur adalah 'perahu besar' terbuat dari kayu bulat tanpa sambungan dengan kapasitas 45-60 orang pendayung (anak pacu).
Perlombaan yang konon sudah ada sejak tahun 1903 ini menjadi agenda tetap Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara untuk berkunjung ke Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi.
Pada masa penjajahan Belanda Pacu Jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan untuk memperingati hari kelahiran ratu Belanda wihelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus.
Kegiatan Pacu Jalur pada zaman Belanda di mulai pada tanggal 31 agustus s/d 1 atau 2 september. Perayaan Pacu Jalur tersebut dilombakan selama 2-3 hari, tergantung pada jumlah jalur yang ikut pacu.
FIRMAN MAULANA PASHA