NASIONAL RI-Brasil di Persimpangan Diplomatik: Kematian Juliana Marins dan Ancaman Gugatan Internasional
JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa insiden kematian Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, tidak seharusnya mengganggu hubungan diplomatik antara Jakarta dan Brasília. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyikapi munculnya wacana gugatan internasional yang dilontarkan oleh Federal Public Defender’s Office (FPDO) Brasil.
“Kita berharap insiden kematian Juliana Marins ini tidak mengganggu hubungan baik antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Brasil, terlebih Presiden Prabowo Subianto tengah melakukan kunjungan resmi menghadiri pertemuan BRICS di Brasil,” ujar Yusril di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Tidak Ada Nota Diplomatik dari Pemerintah Brasil
Yusril dengan tegas menyatakan bahwa hingga kini, pemerintah Indonesia belum menerima surat atau nota diplomatik resmi dari Pemerintah Brasil yang mempertanyakan perihal kematian Marins di Rinjani.
“Yang ada hanya pernyataan dari FPDO — lembaga independen, bukan lembaga eksekutif atau diplomatik dari pemerintah Brasil,” tegas Yusril.
FPDO disebut memiliki peran mirip seperti Komnas HAM di Indonesia, yang tidak mewakili suara resmi pemerintahan. Namun, FPDO secara aktif mendorong penyelidikan dan bahkan membuka peluang gugatan ke lembaga HAM internasional.
Ancaman Gugatan ke IACHR, Apa Implikasinya?
Dinamika mencuat ketika FPDO menyatakan akan mempertimbangkan membawa kasus ini ke Inter-American Commission on Human Rights (IACHR) — lembaga regional yang menaungi pengaduan pelanggaran HAM di negara-negara Amerika.
Namun, Yusril menampik kemungkinan itu, mengingat Indonesia bukan anggota Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR) dan tidak terikat pada konvensi HAM kawasan Amerika Latin.
“Indonesia bukanlah pihak dalam konvensi itu. Maka tidak relevan jika kasus ini dibawa ke IACHR,” tegasnya.
Usulan Joint Investigation sebagai Jalan Tengah
Menyadari sensitivitas diplomatik dan potensi bias dalam penanganan informasi, Yusril mengusulkan dibentuknya tim investigasi gabungan (joint investigation) antara kepolisian Indonesia dan otoritas Brasil.
“Kami terbuka untuk membentuk investigasi bersama. Ini akan mengungkap fakta yang sebenar-benarnya secara terbuka, adil, dan sesuai hukum,” ucap Yusril.
Latar Belakang Kasus dan Respons Brasil
Kasus ini mencuat setelah Juliana Marins, pendaki asal Brasil, meninggal dunia di Gunung Rinjani. Proses evakuasi dan respons tanggap darurat dianggap lambat dan memunculkan dugaan kelalaian dari pihak otoritas setempat.
Atas dasar itu, Kantor Pembela Umum Federal (DPU) Brasil, pada 30 Juni 2025, mengajukan permintaan investigasi resmi kepada Kepolisian Federal Brasil untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran prosedural atau HAM oleh Indonesia. Mereka menyatakan sedang menunggu laporan dari otoritas Indonesia sebelum memutuskan langkah hukum lebih lanjut.
Konteks Kunjungan Presiden Prabowo ke Brasil
Situasi ini terjadi bersamaan dengan kunjungan resmi Presiden Prabowo Subianto ke Brasil dalam rangka menghadiri pertemuan negara-negara anggota BRICS. Ketegangan diplomatik yang tak ditangani dengan bijak dikhawatirkan akan merusak momentum kerja sama ekonomi dan politik strategis yang tengah dibangun.

