DUNIA KERJA Ekonomi Indonesia Diproyeksikan Tumbuh 5,1 Persen, Tantangan Masih Mengintai
Jakarta, Selasa (28/10/2025)
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 hanya akan berkisar antara 4,6 hingga 5,1 persen, sedikit lebih rendah dari target yang semula diharapkan mampu menembus 5,3 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, capaian tersebut tergolong stabil di tengah tekanan global, tetapi masih belum cukup untuk membawa Indonesia naik ke level pertumbuhan ideal di atas 6 persen.
“Pertumbuhan 5 persen itu relatif aman dan terkendali, namun belum cukup kuat untuk membawa ekonomi kita ke level yang lebih tinggi,” ujar Perry Warjiyo, dikutip dari Suara.com, Selasa (28/10/2025).
Menurut BI, dua pilar utama penggerak ekonomi konsumsi rumah tangga dan investasi belum menunjukkan performa maksimal. Daya beli masyarakat masih tertekan akibat kenaikan harga pangan serta lambatnya penciptaan lapangan kerja baru. Kondisi ini berpengaruh langsung terhadap permintaan domestik yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional selama lebih dari satu dekade.
Sementara itu, realisasi investasi swasta juga belum optimal. Banyak pelaku usaha menahan ekspansi karena ketidakpastian global dan fluktuasi harga komoditas. Konflik geopolitik di Timur Tengah, perlambatan ekonomi Tiongkok, serta tren proteksionisme di Amerika Serikat menjadi faktor eksternal yang memengaruhi iklim investasi.
Dalam situasi seperti ini, BI menilai perlu adanya sinergi kebijakan fiskal dan moneter. Pemerintah diharapkan mempercepat belanja modal serta memperluas stimulus ekonomi yang menyasar sektor produktif. Di sisi lain, BI berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi agar tidak menekan daya beli masyarakat.
“Kuncinya adalah menjaga momentum pertumbuhan sambil memastikan inflasi tetap terkendali,” tambah Perry.
Ekonom UI Faisal Basri (dalam wawancara Suara.com, 28/10/2025) menilai bahwa pertumbuhan 5 persen memang masih lebih baik dibanding banyak negara lain di kawasan, tetapi angka tersebut belum mencerminkan potensi sesungguhnya. Ia menyebut perlu langkah lebih agresif untuk memperluas basis industri dan memperkuat sektor manufaktur.
“Pertumbuhan yang hanya bergantung pada konsumsi tidak berkelanjutan. Indonesia harus memperkuat industri dan ekspor agar tidak mudah goyah ketika permintaan domestik melemah,” ungkap Faisal.
Highlight (Republika.co.id): Republika menulis bahwa di balik angka pertumbuhan yang stabil, terdapat “ilusi kestabilan” sebab pertumbuhan tersebut belum mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas. Tingkat pengangguran muda masih tinggi, dan sebagian besar pekerja masih berada di sektor informal.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tantangan ekonomi Indonesia bukan sekadar menjaga angka pertumbuhan, melainkan membangun fondasi ekonomi yang inklusif dan produktif. Pemerintah perlu mempercepat reformasi struktural, memperbaiki iklim investasi, dan meningkatkan efisiensi birokrasi agar daya saing nasional semakin kuat.
Meski begitu, sejumlah indikator tetap memberi harapan. Surplus neraca perdagangan yang masih terjaga serta peningkatan ekspor non-migas dinilai menjadi bantalan penting bagi ekonomi nasional. Bila pemerintah dan BI mampu menjaga keseimbangan antara konsumsi, investasi, dan ekspor, maka pertumbuhan di tahun-tahun mendatang berpeluang menembus angka di atas 6 persen.
Elsa Adinda Putri
Diolah dari sumber Suara.com dan Republika.co.id

