.png)
TERKINI Warga Pesisir Jakarta Mencari Pantai, Sekaligus Keadilan
DKYLB.com, Jakarta (24/06/2025) Di tengah gegap gempita Jakarta sebagai kota megapolitan, kehidupan warga pesisir utara kerap luput dari sorotan. Kawasan ini bukan hanya tempat bersandarnya kapal atau pusat pelelangan ikan, tapi juga rumah bagi mereka yang sejak dulu menjadikan laut sebagai bagian dari identitas hidup.
Bagi Munarto, warga asli Tanjung Priok, pantai dulu adalah tempat liburan yang mudah dijangkau. Setiap Lebaran, ia bersama keluarga akan mengunjungi pantai dekat pelabuhan untuk bersantai dan menikmati pemandangan kapal-kapal besar. Pantai-pantai seperti Sampur dan Cilincing dulunya ramai dan terbuka untuk umum tanpa pungutan biaya.
Namun kini, sebagian besar pantai di Jakarta telah hilang, digantikan oleh mal, perumahan elit, dan kawasan industri. Akses warga terhadap laut semakin terbatas. Satu-satunya pilihan tersisa adalah Pantai Ancol yang berbayar, atau Pantai Marunda dengan biaya masuk yang lebih murah. Alternatif lainnya seperti Pantai Indah Kapuk, meski lebih terbuka, bukanlah ruang publik yang sepenuhnya inklusif.
Wacana untuk menggratiskan akses pantai sebenarnya sempat muncul, bahkan sampai ke ranah hukum. Pada 2012, tiga warga menggugat pengelola Ancol agar membuka akses gratis ke pantai. Namun, gugatan itu ditolak pengadilan. Pemerintah DKI pun mengakui saat ini Jakarta tidak memiliki pantai yang benar-benar gratis untuk masyarakat.
Pembangunan di pesisir Jakarta, baik reklamasi maupun ekspansi properti swasta telah menyisihkan ruang publik yang dulunya dinikmati banyak orang. Peneliti BRIN, Gusti Ayu Ketut Sutiarti, menyebut kebijakan berbayar di pantai sebagai bentuk “penguasaan” yang melemahkan hak akses masyarakat.
Muslimin, warga lain di Muara Angke, merasakan dampak langsungnya. “Dulu tinggal jalan ke pinggir laut, selesai. Sekarang penuh bangunan,” ujarnya.
Dalam bayang-bayang pertumbuhan kota dan logika pasar, warga pesisir seolah menjadi tamu di wilayahnya sendiri. Lebih dari sekadar kehilangan ruang untuk bermain atau bersantai, mereka juga kehilangan bagian dari warisan budaya dan hak atas ruang hidup yang adil.
Sumber: BBC News Indonesia
(Kevin Zulfian Bay - JMMA)