DKYLB.COM (31/5/2023) – Presiden Uganda, Yoweri Museveni menandatangani Undang-Undang anti-LGBTQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer) pada Senin, (29/5).
Undang-Undang ini akan menghukum mati para pihak yang melakukannya. Pasalnya, praktik LGBTQ dikhawatirkan bisa menularkan penyakit seperti HIV, AIDS akibat hubungan seksual dengan sesame jenis.
Sementara bagi mereka yang mempromosikan homoseksual Negara ini akan memberi sanksi dengan hukuman 20 tahun penjara.
Menurut Yoweri, homoseksualitas ialah tindak pelanggaran dan menyimpang dari nilai normal negara tersebut, ia mendesak parlemen untuk lawan tekanan imperialis.
UU ini tidak mendapat dukungan sepenuhnya, ada sejumlah pihak internasional yang menolak dan marah pada aturan ini.
Sebelumnya, dalam aturan di Uganda pelaku yang menularkan HIV hanya dihukum 10 tahun penjara. Hal itu tidak berlaku jika seseorang tertular ketika mengetahui terkena HIV setelah jadi pasangan resminya.
Namun di UU yang baru semua yang menularkan HIV akan dihukum taka da pengecualian untuk pasangan atau berdasar kesadaran.
Suami yang menularkan HIV pada istrinya misalnya, maka akan mendapat hukuman sama sebagaimana pasangan non resmi.
Pengesahan undang-undang anti-LGBTQ ini menuai kecaman dari pemerintah Barat, dan membahayakan bantuan luar negeri yang diterima Uganda setiap tahun.
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden mengancam pemotongan bantuan dan sanksi lainnya. Sementara Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan, pemerintah akan mempertimbangkan pembatasan visa terhadap pejabat Uganda.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, undang-undang anti-LGBTQ akan berdampak pada hubungan Uganda dengan mitra internasional.
Menteri Penerangan Uganda, Chris Baryomunsi menolak kecaman tersebut. Menurutnya, Uganda tidak menganggap homoseksual sebagai hak konstitusiona.
"Kami tidak menganggap homoseksualitas sebagai hak konstitusional. Itu hanya penyimpangan seksual yang tidak kami promosikan sebagai orang Uganda dan Afrika," ujar Baryomunsi kepada Reuters.
"Sementara kami menghargai dukungan yang kami dapatkan dari mitra, mereka harus diingatkan bahwa kami adalah negara berdaulat dan kami tidak membuat undang-undang untuk dunia Barat. Kami membuat undang-undang untuk rakyat kami sendiri di sini di Uganda. Jadi pemerasan semacam itu tidak dapat diterima," kata Baryomunsi.
[Slamet Supriyadi]